Dua jagoanku,
punya hobi yang kadang bikin jijik orang. Misalnya saja, main tanah, lumpur,
pasir, becek-becekan, cari cacing di tanah dan segala hal yang berhubungan
dengan unsur yang sering kita pijak ini. Selain itu hobi juga pegang-pegang
ikan, bekicot, cicak, dan binatang lain yang menurutku sangat menjijikkan. Pernah
malah suatu pagi baru bangun tidur, nemu cicak langsung ditangkap dan diberikan
padaku. Yucks!
Namun,
entahlah aku nggak bisa melarang mereka melakukan semua itu. Actually, Thoriq
(3 tahun) nggak terlalu berani kayak Fatih (5 tahun). Dia lebih kalem, dan
lebih senang duduk bermanja padaku. Tapi semakin besar, dia jadi “terpaksa” dan
terbiasa mengikuti petualangan kakaknya ke mana-mana. Sampai manjat jendela
juga yang tadinya nggak bisa sekarang udah sampai puncak tinggi, walaupun
pernah jatuh dari ketinggian hamper 2 meter, robek dan berdarah bibir atasnya.
Rutinitas
mereka mungkin bagiku sudah seperti kurikulum ya, hehe. Bangun tidur, setelah
pipis dan cuci muka, minum susu kedele, terus duduk-duduk di teras menunggu
matahari terbit. Agak siang dikit mulai main tanah. Sampai jam 9-an atau kadang
jam 11…? Ah, anteng banget kalau udah main tanah dan hal-hal lain yang intinya
di luar rumah.
Pernah sih,
beberapa waktu yang lalu… Asyik banget nonton film kartun di notebook. Dari pagi
sampai malem, sampai kesel banget. Tapi kok mereka nggak bosen-bosen ya? Aku yang
bosen! Terus kupaksa mengubah kebiasaan. Dilarang nonton! Awalnya ya pasti
nangis minta nonton. Lalu kuberlakukan batasan waktu. Boleh nonton kalau sudah
siang. Ini juga jadinya membuat mereka selalu bertanya:
“Ini
udah siang belum Mu?”
“Belum.”
Batasan
siang menurutku adalah menjelang waktu tidur siang, hehe… Jadi sekarang sudah
lebih terkondisikan. Setelah siang, kupanggil mereka untuk menunaikan janji
yaitu nonton. Daaaan karena timingnya pas menjelang tidur siang, jadi gak lama
setelah nonton langsung tepar deh. Bangun, Ashar…. Itu udah dijemput sama Lia
(4 tahun) anak sebelah yang ngajakin main tanah lagi. Hihiii…. Sampai menjelang
Maghrib tuh. Baru deh dimandiin, bersih-bersih dan bersiap ngaji Iqro (kalau
lagi mood, kadang Thoriq suka beralasan “capek”) huaaah padahal ngajinya juga
nyantai, bisa tidur-tiduran. Apa karena belum bisa diajak disiplin ya tu bocah?
Selepas
ngaji Iqro, mereka mulai main bebas di tempat tidur. Mau pura-pura berantem,
timpuk-timpukan bantal, sok atuh. Kadang ada yang nangis, gak lama kemudian
ketawa-ketawa lagi. Setelah Isya, ayoo pipis semua biar gak ngompol…. Lalu,
inilah dia kebahagiaan mereka selanjutnya: mendengarkan cerita.
Mereka memilih
buku apa yang akan menemani tidur mereka, kadang cerita nabi dan rasul. Kadang buku
tentang binatang dan sains. Bahkan kalau bosan dengan semua itu, buku teks doa,
resep masakan dan tanaman herbal juga minta diceritakan. Pernah aku bertanya
lantaran agak “males” cerita, capek ceritanya: kenapa sih Aa (Fatih) suka
dibacain cerita?
Sekali
waktu jawabnya “soalnya seneng.”
Lain waktu
bikin aku terharu, “Mu, nanti kalau Aa udah di pondok, Aa mau belajar sendiri. Gak
lagi minta diceritain sama Mumu deh…”
Hiks! Begitu
ya…? Yah, nanti kalau udah masuk pesantren kan gak mungkin dikelonin lagi sama
diriku…. Jadi selagi masih ada waktu bersama di sini, harus bisa dimanfaatkan
untuk menciptakan kesan-kesan yang membahagiakannya.
Kadang
saya merasa sedih (ngelap ingus meler), ketika melihat anak-anak lain punya
mainan bagus dan mahal. Tapi Fatih nggak merengek-rengek meminta itu. Alhamdulillah…
Jadi biarkan saja dia dengan dunianya. Tanah, air, udara (eh kayak Avatar aja)
menjadi sahabatnya. Buku cerita, puzzle, dan akuuuuh adalah sahabatnya juga. Bahagia
bisa dari mana saja, gak harus mahal. Gak perlu gadget, gak perlu tablet (soalnya
enakan sirup).
Oiya,
sedikit informasi. Di Indonesia anak-anak balita udah pada akrab ya sama
teknologi. Bisa mainin game-game seru, tapi ternyata di Amrik sono, anak-anak
bos Google, Apple, eBay, Yahoo malah gak diperkenalkan dengan teknologi saat
masih usia dini. Mereka bersekolah di sekolah yang dindingnya kayu, papan
tulisnya dengan kapur warna-warni dan di saat anak-anak Indonesia belajar TIK,
mereka malah main tanah, bercocok tanam di lahan yang ada di sekolah mereka. Kata
Bos Google sih, “belum ada bukti ilmiah bahwa teknologi bisa membuat anak-anak
lebih cerdas”, kira-kira begitu. Dan teknologi yang mereka buat itu didesain
mudah untuk dipelajari, jadi belajarnya nanti aja juga pasti bisa kok. Gak harus
di usia dini.
Sekian dulu
ya, kapan-kapan ketemu lagi….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar di sini, jangan tinggalkan hatimu sembarangan 😁