Cari Blog Ini
Minggu, 23 April 2017
Malulah Pada Yasmin
“Wah selamat ya bukunya udah terbit. Hebat kamu, udah jadi penulis. Saya masih aja jadi penonton, belum menghasilkan karya apa-apa.” Pernah dengar kalimat seperti ini?
Ya, memang sering yah kita dengar ungkapan kekaguman atas karya orang lain. Lalu menatap diri, apa yang sudah dilakukan?
“Omong kosong kalau kita Cuma jadi penonton! Setiap kita adalah penulis, Cuma males atau rajin?” teman yang lain berkomentar gamblang.
Hari ini, di acara World Book Day yang bertempat di Rumah Dunia, seorang gadis kecil bernama Yasmin, membuat saya berlinangan air mata. Yasmin anak berkemampuan khusus. Duduk di atas kursi roda, saat menceritakan tentang proses kreatifnya menulis, ayahnya menerjemahkannya. Sudah ada TIGA buku yang diterbitkan. Buku pertamanya, My Story in Holland merupakan buku hariannya yang diterbitkan.
Yasmin butuh waktu setidaknya enam bulan paling cepat, dan satu tahun paling lama untuk menghasilkan sebuah buku. Ia mengetiknya sendiri, dengan keterbatasannya. Yasmin menunjukkan pada kita, bahwa keterbatasan diri bukanlah hambatan untuk menulis.
Lalu, jika sekarang ada orang dewasa yang tidak memiliki “kemampuan khusus”, beralasan tidak bisa menulis, tidak punya waktu menulis, tidak mood, tidak percaya diri, tidak punya komputer, repot ngurus anak, tidak punya waktu, tidak inilah tidak itulah segudang alasan, malulah pada Yasmin. Sebab masalah terbesarnya bukan tidak ini tidak itu, tapi mau atau tidak mau. Rajin atau malas, yah, seperti kata teman saya yang kalau komentar selalu gamblang itu. Yasmin begitu tekun dan sabar, menulis selama setahun demi jadinya sebuah buku.
Bagaimana ayah dan ibunya mendidiknya? Biasa. Ayah ibunya mendidiknya sama seperti adik-adik Yasmin. Ayah yang selalu menjawab semua pertanyaan Yasmin tentang kepenulisan. Ibu yang sabar menerima kondisi putrinya itu, melupakan kekurangan dan fokus pada kelebihan. Yasmin memang didukung oleh keluarganya untuk berkembang menjadi lebih baik.
Lalu, apa kita harus baper kalau lingkungan keluarga tidak mendukung? Jangankan menjawab semua pertanyaan tentang dunia menulis, saya dulu dinyinyirin oleh orangtua saya. “ngapain jadi penulis. Kayak bisa aja.”. Waktu coba kirim novel ke penerbit, ditanyain terus. “mana, terbit gak? Lama amat.” Yah walaupun beberapa bulan kemudian akhirnya datang jawaban penerbit, yang isi suratnya diawali dengan mohon maaf, diakhiri dengan “coba kirim lagi naskah yang lebih layak.” Tapi kita menjadi penulis bukan untuk sekarang saja. Kita menulis berkelanjutan, jadi jangan baper sama komentar orang walaupun itu orang terdekatmu. Harus tahan banting, tahan kritikan, jangan purik.
“Membaca mengubah dirimu, menulis mengubah dunia.” Slogan ini jadi tema WBD di Rumah Dunia kali ini. Nah, semoga menginspirasi.
Salam Literasi,
Yuni Astuti
Label:
Inspirasi,
motivasi menulis
Seorang ibu rumah tangga, suka menulis, suka membaca, suka sejarah, suka petualangan....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar di sini, jangan tinggalkan hatimu sembarangan 😁