Dalam sebuah perjalanan kereta
menuju Kediri, Syamsul Hadi bertemu dengan Zidna Ilma (Zizi). Karena ada maling
yang kepergok Syamsul, akhirnya keduanya berkelahi setelah mengancam Zizi
dengan pisau. Begitu turun dari kereta, keduanya berpisah.
Singkatnya Syamsul nyantri di
pesantren milik kakak Zizi. Salah satu teman Syamsul, Burhan namanya tampak
menyukai Zizi, tetapi cemburu berat sebab pernah suatu ketika melihat Syamsul
mengembalikan saputangan milik Zizi yang duku dipakai untuk membalut luka
Syamsul akibat berkelahi dengan pencuri.
Gara-gara cemburunya itu ia
berniat menyingkirkan Syamsul. Sebuah rencana jahat disusunnya. Ia berjanji
akan mentraktir Syamsul tapi dompetnya ketinggalan. Ia lalu meminta Syamsul
mengambilkan dompetnya di dalam lemari, tetapi baru saja dompet itu diambil
malah kepergok santri lainnya. “ini dia malingnya!” karena rupanya sebelum itu
pun sudah ada santri yang kehilangan uang.
Syamsul diaral beramai-ramai
keluar. Dikurung di dalam gudang dan dihajar beramai-ramai oleh santri lainnya.
Mudir pondok pun datang, menanyakan langsung masalahnya. Burhan pun dihadirkan,
akan tetapi ia justru bersumpah bahwa Syamsul memang bersalah. Hari itu dia
telah bermubahalah bahwa apa yang dikatakannya itu benar padahal nyata-nyata
itu fitnah. Akibat kebencian yang ada dalam hatinya. akibat tidak rela Zizi
“tampak menyukai Syamsul”.
Bagaimana nasib Syamsul? Dia
digunduli, lalu dikeluarkan dengan tidak hormat.
Sepenggal kisah dalam film
“Dalam Mihrab Cinta” karya Habiburrahman el-Shirazy ini secara fiktif
menggambarkan dahsyatnya fitnah.
Fitnah mudah diucapkan, bahkan
bisa menyelamatkan diri kita. Tetapi fitnah akan membuat orang yang terfitnah
itu kehilangan harga diri, reputasi dan kepercayaan orang lain. Menjadikannya tampak
hina dan jelak akhlaknya.
Seperti Syamsul yang oleh keluarganya
sendiri tidak dipercaya. Nadia, adiknya yang paling dekat dengannya sekalipun
tak percaya padanya. Ibunya juga. Intinya semua orang menganggap bahwa benar
Syamsul itu pencuri.
Sedangkan Zizi, kebetulan pernah
ditolong Syamsul saat di kereta begitu yakin bahwa Syamsul itu orang baik. Kepada
kakaknya dia bertanya “apakah Kangmas sudah bertabayun secara benar?”
Kakaknya ternyata belum tabayun
dengan benar. Hanya menerima kesaksian dari satu pihak yaitu Burhan.
Zizi menyesalkan hal itu. Dengan
begitu bijaknya dia berkata “Kangmas, kebenaran itu suatu saat pasti akan
jelas. Becik ketitik, olo ketoro”. Yang artinya: baik akan terlihat, jelek juga
akan kelihatan.
Sudah dulu ya ulasan filmnya,
panjang banget kalau diceritakan. Namun, hanya ingin bercerita bahwa fitnah itu
benar-benar dahsyat. Bahkan dalam al-Qur’an pun dijelaskan bahwa fitnah itu
lebih kejam dari pembunuhan. Bayangkan, kalau pembunuhan itu menghilangkan
nyawa. Kalau fitnah itu menghilangkan harga diri seseorang bahkan bisa
menjadikan orang baik tampak buruk! Akhirnya bisa saja dikucilkan, dianggap
remeh, dijauhi orang, ah itu tentu sangat menyiksa.
Bila kita pernah menjadi korban
fitnah, tetap tenang dan berbahagialah karena orang yang memfitnah itu pasti
akan kena batunya. Sekarang dia bisa tenang-tenang saja karena merasa jadi
orang kepercayaan si “penguasa”, nanti juga dia akan merasakan sendiri akibat
dari perbuatannya. Kalau nggak di dunia pasti di akherat.
Allah tidak buta. Allah tidak
tuli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar di sini, jangan tinggalkan hatimu sembarangan 😁