Cari Blog Ini

Selasa, 12 Agustus 2014

Kiai Pahlawan Kiai Teroris

Sekitar 15 tahun lalu, tahun 1999 kami sangat heboh membincangkan satu topic cerita yang terjadi. Tentang perusakan diskotik oleh para ulama. Kami saling berbagi cerita, bagaimana suasana malam itu, para kiai dan ustadz menggerebek diskotik yang berada di bawah tanah, bangunan atasnya berupa hotel yang tak jauh dari rumahku. Ya karena hotel itu ada di desa kami..
Dari luar, hotel itu tampak sepi saja. Ternyata di bawah tanahnya ada diskotik. Para kiai beramai-ramai dengan penduduk setempat mendatangi tempat itu dan melakukan pembakaran dan penghancuran diskotik.

Kala itu, aku masih ingat bagaimana satu kalimat yang menggambarkan bagaimana para kiai itu bertindak. “para kiai menyingsingkan sarungnya berjalan beramai-ramai menuju diskotik yang akan dihancurkan itu”. Kalimat ini, hingga detik ini terus berkesan karena bagiku menggambarkan keheroikan mereka. Ya, kami menganggap para kiai ini adalah pahlawan sebab berani menghancurkan tempat maksiat.

Suasana kampung pun memanas, sebab kejadian itu. Aku yang masih sekitar kelas 6 SD hanya mendengar sana-sini terkait kejadian itu.
Namun sekarang, 15 tahun kemudian, diskotik dan semacamnya tersebar luas bahkan meski sudah diberitakan di media cetak pun sepertinya para kiai diam saja. Yaaaa, diam. Padahal kejadian 15 tahun lalu itu tidak banyak yang tahu, alias memang rahasia dan bawah tanah. Tapi para kiai bisa mengetahuinya dan menghancurkannya, dan kami bangga.
Sekarang, sudah terang-terangan… dan kalau ada kiai yang merusak diskotik itu pasti bukan lagi pahlawan. Melainkan anarkis, teroris!
Luar biasa 15 tahun ini media telah menggeser makna sebuah “penghancuran tempat maksiat” menjadi sebuah anarkisme. Bahkan kiai yang tidak menghancurkan pun tetap mendapat cap teroris. Oh dunia, sudah begini parahkah engkau? Maksiat terang-terangan dibiarkan, dan orang yang ingin menghancurkannya disebut teroris….
Dulu di kampung kami, kalau ada yang berzina itu diarak beramai-ramai… sekarang, dinikahkan diam-diam dan semua sepakat untuk diam. Kalau ada yang bicara, itu dipaksa diam karena akan membuka aib.

Kami merindukan ulama kami yang telah wafat…yang masih memegang kemurnian akidah…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar di sini, jangan tinggalkan hatimu sembarangan 😁