Cari Blog Ini

Kamis, 22 Februari 2018

Tentang Pelakor


"Coba nulis tentang pelakor, Mu." Kata Abah--my goblin Abang ganteng.

Hm, setelah pagi tadi sempat berdebat tentang penggunaan istilah pelakor, saya bilang "males" menulis tema tersebut. Menurut saya, "Kenapa sih perempuan terus yang disalahkan? Kan suaminya juga yang harusnya disalahkan. Lagian suami itu manusia, bukan benda yang bisa diperebutkan. Kalau si suami gak mau direbut, ya dia pasti tetap memilih istrinya lah."

"Nggaklah, suami ga salah." 
Tuh kan, diskusi gak jelas jadinya.

"Kesannya laki-lakinya hebat dan keren gitu. Berasa punya nilai jual tinggi hingga diperebutkan dua perempuan."

"Iya emang lelaki mah keren." Dua lawan satu, saya pasti kalah diskusi dengan Abah dan Ami Suni. Mereka kan sekongkolan.

"Halah, pede banget. Lihat aja berita-berita pelakor. Apaan kali yang disukai dari lelakinya. Kebanyakan mereka itu jelek-jelek kok."

Riuh mereka. Apa tersinggung? 

"Kadang yang dicari bukan gantengnya aja Mu, tapi kenyamanan." Kata Ami Suni.

"Beuh.. Iya juga sih kalau udah bicara nyaman nggaknya. Lha gimana gak nyaman, kalau si lelaki itu kaya?" Iya gak sih. Iya-in aja.

Tapi sore ini diskusinya lebih serius sama Abah. Pelakor itu ada yang syar'i nggak? Abah memulai tanya.

Saya jawab, ada. Tapi istilah pelakor itu gak tepat dalam Islam. Lebih tepatnya poligami. Itu baru syar'i. 

Ada hikmahnya kenapa harta istri hanya untuk istri, dan harta suami untuk istrinya juga. Karena antar istri tidak saling mewarisi, begitu pun anak-anak mereka. Karena yang wajib mencari nafkah itu suami, buat para istrinya.

Trus, hubungannya sama pelakor?
Entahlah ada hubungannya atau nggak. Yang jelas sih, saya gak suka istilah itu. Kesannya perempuan yang mau jadi istri kedua sampai keempat itu jahat banget, padahal kalau mereka berniat menikah kan ya udah biarin aja. Toh lelaki juga punya kuota sampai 4 istri kok. Kenapa istri pertama sewot? Lalu ngamuk, trus ngelabrak si target. Padahal, ada lho, istri ngamuk sama "pelakor" padahal dulunya dia nikah sama suaminya juga hasil dari melakor. Cuma istri yang dulu rela ngelepasin suaminya. 

Sejak kapan istilah pelakor ini viral? Sejak istri yang gagap teknologi, dia menyebar aib suami di medsos mencari simpati para perempuan lain supaya dikasihani dan boom.... Satu persatu berita lainnya bermunculan. Saya curiga, jangan-jangan bentar lagi bakal ada lagu dangdut koplo berjudul pelakor?

Apa salahnya suami jatuh cinta pada perempuan kedua, ketiga dan keempat? Apa bedanya dengan jatuh cinta pada perempuan pertama yang menjadi istrinya? Hanya perbedaan waktu kan? Yang salah itu kalau sampai melakukan hal-hal yang dilarang. Kalau nikahnya baik-baik, artinya 3 keluarga besar merestui,insyaAllah gak akan ada ribut tentang pelakor ya kan?

Cuma, perlu tarbiyah terus menerus. Gak asal comot dalil poligami trus menyengsarakan istri pertama. Laki-laki itu kalau gak punya iman, emang seenaknya sih. Makanya carilah suami yang soleh, gak asal ganteng. Ganteng kalau dia srigala kan bahaya? Lagian punya suami ganteng dan kaya itu cobaannya berat kalau kita tipe perempuan pencemburu. Yang penting cari suami soleh, yang selalu cukup.
Cukup rezekinya
Cukup gantengnya
Cukup aku aja istrinya


Hehehe....
Yuni Astuti
Serang, 22 Februari 2018

Senin, 12 Februari 2018

Tentang Me Time



Tentang Me Time

Apa sih “Me Time”? Kedengerannya seperti merk biskuit gitu. Bahasa mudahnya sih, “Waktu buat diriku sendiri”biasanya emak-emak zaman now yang sering ngomong begini. “Aku butuh me time agar aku bahagia. Kalau aku bahagia, keluargaku juga bahagia.”. hehe....
Saya sangat setuju bahwa setiap orang (bukan hanya emak) butuh “me time”, supaya tetap punya ruang untuk diri sendiri. Bisa macam-macam ya “me time” itu, bisa ke salon, shoping, baca buku, nulis, traveling, naik gunung, pengajian, ikut seminar, main game, dll. Atau sekadar nongkrong di toilet pun bisa jadi “me time”.
Tujuannya? Emang kenapa sih kita perlu waktu buat sendirian? Waktu jomblo pengen nikah. Sekarang udah nikah, pengen punya ruang buat sejenak “menjauh” dari suami dan anak-anak. Emangnya pernikahan sebegitu membosankan hingga para emak menuntut “me time”?
Jangan nyinyir deh buk,  kita tuh butuh me time biar bahagia! Lha, emangnya selama ini sama suami dan anak-anak gak bahagia?
Saya nggak nyinyir, Cuma mempertanyakan aja sih. Kalo skripsi kan ada pendahuluan, ada pokok masalah dan pemecahan masalah. Kita mesti tahu tuh, tujuan “sendiri sejenak” itu buat apa? Okelah, buat bahagia. Lalu selama ini gak bahagia gitu? Ini pertanyaan mendasar aja sih. Jangan sampai salah kaprah memahami “me time”.
Saya sendiri, butuh banget yang namanya “me time”. Alasannya, karena setelah menikah saya tetaplah saya. Gak lantas mengubah saya jadi istri dan ibu semata. Semua tahu bahwa dunia emak itu rempong, apalagi yang baru punya bayi. Tidurnya aja digosipin. Serius! Coba aja deh, baru lahiran, bayi masih merah, kita tidur siang. Bisa jadi materi curhat ke mamah dedeh itu. Kalau malem tidur kelewat pulas, juga dikomentarin. Besoknya kalau bayinya bentol sedikit aja kena gigitan nyamuk, ibu yang akan disalahin! Padahal yang gigit kan nyamuk, bukan si ibu! Kenapa bukan nyamuk yang dipidana? Jadi emak baru lahiran harus setrong kayak kalong. Iya setrong, setres tak tertolong!
Apalagi di zaman medsos gini, gak keluar rumah pun kita bisa tahu dunia pergosipan udah ngalahin kecepatan boboiboy galaxy. Kanan kiri depan belakang pun tahu apa yang terjadi sama kita. Harus punya mental sekuat boboiboy tanah. Ups! Ini ketularan anak gue nih nonton boboiboy mulu.
Makanya kunci kebahagiaan di zaman now itu ada tiga. Satu, sabar. Dua, syukur. Tiga, jangan baper.
Kembali lagi ke “me time”. Gini ya, semua orang punya hobi kan ya? Macem-macem hobinya; miara burung, mancing, main game, main PES, baca, nulis, ngoprek komputer, dll. Oya itu hobi mancing, pernah ya saya lewat kolam pancing pas Idul Adha. Itu ada bapak-bapak anteng mainan pancingan. Seketika saya langsung berkesimpulan, itu istrinya sabar banget. Hahaha.... lagian lebaran-lebaran mancing! Di rumah ada daging kambing tuh. Ada juga yang hobi miara burung. Burung seharga goceng sampai seharga emas 1 gram pun akan dibeli. Bahkan meski harganya setara motor, kalau seneng pasti bakal dibeli. Kepuasan cuy! Puas kalau pagi-pagi denger suara kicau burung, daripada denger omelan istrinya melulu kan?
Nah, sebelum menikah, kamu, iya kamu. Punya hobi apa? Apa? Lupa? Temukan apa yang menjadi passion kita. Sesuatu yang membuat kita berbinar-binar bahagia saat melakukannya. Dan kebahagiaan ini tak bisa disamakan dengan kebahagiaan pernikahan. Ini dua hal yang berbeda, tidak saling bertentangan. Ya asalkan tahu diri aja sih. Mentang-mentang hobinya baca buku, lalu baca buku terus 24 jam gak ngopenin anak dan suami. Tahu-tahu kamu kaget lihat suamimu rambutnya putih semua. Ubanan, kelamaan nunggu kamu baca terus. Gak sadar udah 50 tahun kamu habiskan buat baca. Wadaaaw!
Sebelum melakukan “me time” ada baiknya kita harus komunikasi sama suami. Aku mau me time dulu nih, tolong jagain anak-anak ya bentar. Nah, kalau suami bisa ngerti, asyik banget. Suaminya mengerti, bahwa istrinya udah meluangkan banyak waktunya di rumah bersama anak-anak, segala pekerjaan rumah dll, saatnya dia santai tanpa gangguan anak dan suami, kan bahagia.
Asalkan, pilih “me time” yang bermanfaat ya. Misalnya ikut pelatihan menulis bareng FLP. Hehehe....

Senin, 05 Februari 2018

Tentang Romantis


Saya sedang mencuci labu siam ketika suami pulang dari masjid Ashar ini dan menghampiri saya.

“Sini, Abah mau ngomong. Serius!” Wajahnya tumben gak ada senyum. Bener-bener seriuskah?

Aku digandengnya, mau diajak bicara berdua.
“Di sini aja, di kamar ada anak-anak.” Katanya sambil duduk di ruang tengah. Aku pun ikut duduk di depannya.

“Ya, mau ngomong apa?” Tanyaku sambil masih menggerakkan tangan. Dia menyuruhku diam, jangan melakukan gerakan apapun. Karena ini serius sekali.

Kan jadi takut, mau ngomong apaan sih? Jadi penasaran...

“Ini serius.” Katanya lagi
 “Iya... Serius. Apaan sih?”
Dia menarik napas, lalu ujarnya, “I Love You.”
“Hah? Apa lagi?”
“Udah.”
“Hah?”
“Itu serius tau!”

“Oh.... Iya.” Aku menahan tawa. Dapat ilham dari mana suamiku itu, kok bisa ngomong i love you. Biasanya kan saya yang suka gombalin dia. Hihihi...

Tentang romantis. Saya sudah lupa atau lebih tepatnya gak peduli lagi. Serius. 8 tahun kurang 5 bulan pernikahan, rasanya udah gak merasa penting lagi buat romantis-romantisan. Apa yang lebih penting?

Kasih sayang. Saling mengasihi, saling menyayangi. Di awal-awal sih iya ngarep diromantisin, tapi karena tipe suami cuek aja bukan tipe pujangga yaudah capek lah kalau berharap isi dunia ini adalah romantisme belaka. Yang penting sikapnya baik, sabar, pengertian. Udah cukup.

Awal-awal pernikahan juga masih sering bete tuh kalau nulis status FB jarang dikomentarin. Sekalinya komentar, Cuma “sip” “oke”. Padahal lihat pasutri lain mah kadang kelihatan romantis pisan di FB. Panggilan sayang, foto mesra, hadiah ini itu.

Tapi sekarang mah udah lebih tenang menjalani hidup. Biarin aja rumah tangga orang mau romantis kayak Kahlil Gibran geh sok aja. Mau mesra kayak apaan juga foto-fotonya bodo amatlah, syukurlah mereka bahagia. Semoga bahagia betulan, bukan pencitraan. Hehe.

Setiap keluarga punya standar romantis berbeda-beda. Lagian lah buat rakyat jelata macam saya mah, yang penting hari ini bisa makan. Kan tau sendiri beras sekarang harganya tinggi banget. Biasanya harga 280 ribu itu berasnya enak, eh ini apek bau tengik. Nasib....nasib.....

Belum lagi harga lainnya. Lah, kenapa romantis nyambungnya ke harga perdapuran? Soalnya..... Urusan keuangan ini berhubungan dengan keromantisan. Kalau uang belanja dirasa kurang, yang ada saat digombalin bukannya seneng malah ngamuk.

Karena kalau suasana hati lagi bete, kesel, gak ridho, jangankan diromantisin, diajak jalan-jalan ke bulan aja gak mau. Makanya, penting banget para istri untuk qonaah.
Dapet suami cuek, qonaah.
Dapet uang belanja kurang, qonaah.

Yang penting keluarga tak pernah kehilangan senyum dan tawa. Maka peliharalah kehangatan itu, senyum dan tawa itu, meski bagaimanapun kondisinya. Jika sesekali kau menangis tak apa. Ingatlah bahwa setiap tetes airmata itu, konon kabarnya mengandung racun yang bagus bila dikeluarkan.

Jadi tak apa menangis, asal jangan lupa untuk tersenyum. Terutama kepada suamimu, anak-anakmu, juga dirimu sendiri, juga pada murid-muridmu, teman-temanmu, tukang sayur, tukang konter, penjaga warung pecel, tukang beras, dan tak lupa kasir Alpa dan Indo.
Sekian.