Cari Blog Ini

Selasa, 20 Desember 2016

Testimoni Matrikulasi IIP



Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di penghujung kelas matrikulasi Institut Ibu Profesional (IIP). Mungkin ada yang belum tahu apa itu IIP dan kelas matrikulasi? 

Jadi begini, Institut Ibu Profesional adalah komunitas bagi ibu dan calon ibu untuk berproses menjadi profesional. Sepertinya aneh ya, kalau “IRT” kok disandingkan dengan kata profesional? Memangnya jadi ibu butuh profesionalisme? Memangnya jadi ibu merupakan pekerjaan? Dapet gaji aja nggak, komoh deui ada bonus kenaikan pangkat dan libur. Kerjanya aja 24 jam tanpa istirahat. 

Sedangkan kelas matrikulasi adalah “pintu gerbang” untuk menjadi member IIP. Jadi semacam masa ospek gitulah... Selama 9 pekan dengan materi yang sistematis setiap pekannya, lengkap dengan tugas yang harus dikerjakan di blog/google doc/drive. Dan ada review atas tugas kita. Lengkap dengan tanya jawab juga loh... Jadi makin jelas.

Foundernya, Ibu Septi Peni Wulandari. Terima kasih Ibu, sudah membimbing kami selama 9 pekan ini. 

Terus, apa yang dirasakan setelah kelas usai? Ada perubahan gak? Hihi... Kasih tahu gak ya? Sebenernya sih gak pengen kasih tahu, biar antunna rasakan sendiri sensasinya. Tapi, bolehlah saya kasih gambaran sedikit.

Saya itu, kadang masih “gak waras” jadi ibu. Iya stress, iya uring2an, kerjaan rumah gak beres2, perilaku anak yang luar biasa aktif, banyak lah. Nah, ditambah lagi, kebingungan saya membuat “peta terstruktur” tentang akan menjadi apakah diri saya, keluarga saya, dan khususnya anak2 saya. Dalam tugas2 yang diberikan, IIP membuat saya memetakan mana nih wilayah saya, mana wilayah saya dan suami, dan mana wilayah anak-anak. Jadi, menjadi ibu gak lantas membuat saya “kehilangan” jati diri saya. Tetap saya bisa menjalani passion saya selama ini. 

Juga wilayah saya dan suami, pernah satu kesempatan kami ditugaskan membuat surat cinta untuk suami. Ada yg suaminya cuek aja, ada yg balas romantis, dsb. Intinya, komunikasi dengan suami akan melancarkan proses kita menjadi ibu profesional.

Dalam wilayah saya dan anak-anak, lebih luar biasa lagi. Gimana caranya mendidik mereka sesuai dengan gaya belajar masing-masing, apa yang harus dilakukan untuk menjadi apa. Dan seterusnya. Amazing!

Kadang, saya ngerasa gak habis-habis dengan aneka pekerjaan rumah. Selalu berantakan, Cuma menguras e energi dan pikiran. Abis itu, ngeluh kurang piknik. Padahal ada caranya, supaya kita gak stress dengan segudang urusan domestik itu.

Nah, kata siapa menjadi ibu gak perlu profesionalisme? Memanage semua urusan dapur, sumur, kasur kan harus cerdas. Kalau asal-asalan ngikutin arus sih, gimana coba nantinya? Sedangkan zaman sudah penuh fitnah. Zaman dulu sih iya aja, belum ada FB, belum ada medsos, belum ada racun2 yang merusak perkembangan anak. Kalau sekarang kan, wuiiihhh tahu sendirilah. Jika kita sebagai ibu, yang katanya dan memang benar adanya, “madrasah pertama” bagi anak-anaknya ternyata gak mengatur rumah tangga dengan baik, mau jadi apa generasi masa depan kelak? Ingat, kualitas pemimpin masa depan ditentukan oleh kita, kaum ibu.

Terima kasih IIP... Terima kasih Bu Septi... Terima kasih Bu Rizqie, Bu Tati, Bu Ulfah, Bu Marfa, Bu Dewi dan semuaaaaa yang sudah membimbing saya di IIP ini. Thanks a lot juga buat Bu Neneng, yang sudah mengajak saya ke sini. Buat teman2 di wilayah Banten, boleh deh kita inbox2 kalau ingin tanya2 lebih lanjut. Kalau di luar Banten, bisa googling tentang IIP ini. 
Wassalam

Rabu, 14 Desember 2016

NHW #9

Ini NHW terakhir. Rasanya sedih harus mengakhiri kelas matrikulasi ini. Tapi kan harus berlanjut proses belajarnya dengan praktik.
Bismillah. Semoga bermanfaat....

Sabtu, 10 Desember 2016

NHW #8

NHW #8 
Misi Hidup dan Produktivitas

1. Salah satu hal yang saya ambil di NHW 7 tentang apa yang saya suka dan bisa adalah MENULIS
2. Karena itulah saya ingin menjadi penulis, lalu saya ingin menulis, dan ingin memiliki tulisan yang bisa menginspirasi banyak orang sehingga semoga tulisan saya menjadi amal yang tiada terputus meskipun saya telah tiada.
3. Tujuan hidup saya adalah ingin menjadi orang baik, bisa masuk surga.
5-10 tahun kemudian saya ingin bersama-sama dengan suami membangun pesantren. Karena mewujudkan cita-cita suami adalah cita-cita saya juga.
1 tahun ke depan, saya ingin menerbitkan Buku. Ide-ide sudah terkonsep di kepala, tinggal eksekusi.

Selasa, 29 November 2016

Jangan Jadi Istri Kufur



Seorang ibu bercerita tentang anaknya, lalu ceritanya mulai ke arah dirinya semasa masih bekerja. Menurutnya, saat masih bekerja dia bisa menghasilkan uang yang lumayan untuk bantu2 suami. Namun ketika suaminya melarangnya bekerja untuk fokus di rumah, dia pun bersedih dan menyesal. Ada beberapa tawaran bekerja dari tetangganya tapi gajinya kecil maka ia menolaknya. “Kerjanya capek, nungguinnya sebulan, gajinya Cuma segitu. Buat beli sabun aja gak keliatan.”
Sy sepakat tentang harga yang semakin gila. Uang 50ribu dibawa masuk mart-mart paling dapat sabun dan minyak. Gak kerasa. Namun, sambil terus mendengarkan dia bercerita, tiba2 sy terperenyak.
“Astaghfirullah... Memang harga2 sekarang mahal semua. Tapi, khawatir jika keluh kesah itu berlanjut, akan membuat kita para istri tidak bersyukur atas rizki yg didapat suami.”.
Sy sering bingung menjinakkan uang, agar jangan sampai lepas kendali. Harga semua kebutuhan terus naik, bikin resah dan gelisah menunggu di sini di sudut sekolah.. Aihhh nyanyi!
“Karena skrg sy gak kerja, jadinya begini. Susah. Kerjaan suami gak jelas, sy jualan juga banyak ruginya.” Lanjutnya.
Mendadak sy jadi sedih dan kasihan sama suaminya. Mbrabak mata saya. Keinget sama suami sy sendiri. Suami udah susah cari nafkah buat istri dan anaknya, tapi istrinya ngeluh terus. Menganggap dirinya berjasa besar kalau bisa punya penghasilan sendiri. Bahkan mungkin lebih besar dr pendapatan suami. Jauhkan sy dr sikap kufur nikmat ya Allah..

#selfreminder
Yuni Astuti

Rabu, 23 November 2016

NHW #6

NHW #6
Belajar Menjadi Manajer Keluarga Handal
1) 3 aktivitas yang paling penting:
a) Mendidik Anak
b) ODOJ
c) Merapikan rumah
3 aktivitas yang paling tidak penting:
a) Online
b) Nonton TV
c) Tidur
2) Anehnya, waktu saya selama ini habis untuk kegiatan yang mana? Tidak jelas juga. Menemani anak bermain, tapi sambil menjaga bayi yang selalu butuh ASI kapan saja dia mau. Bahkan, kadang (atau malah seringnya) sampai saya ketiduran. Aktivitas yang sangat tidak penting malah menghabiskan waktu saya. Sungguh tragis.
3) Insya Allah. Mulai sekarang harus lebih konsisten lagi agar jangan melakukan hal-hal yang tidak penting di waktu yang penting.
4) Aktivitas rutin dikumpulkan dalam satu waktu. Urusan mencuci dari jam 08.00-09.00. bersih-bersih rumah dari jam 15.00-16.00
5) Insya Allah.
6) Jadwal harian:
Jenis kegiatan Terlaksana  / Tidak Terlaksana X
ODOJ
Sholat Dhuha
Menyiapkan sarapan
Antar anak sekolah
Mencuci
Memberi ASI
Menemani anak bermain
Tidur
Baca buku
Persiapan sekolah TPA
Menunggu anak di TPA
persiapan solat dan makan
Mendongeng sebelum tidur
Relax Time: Nulis
Tidur

7) Insya Allah akan saya amati

Jumat, 18 November 2016

NHW #5

NHW #5 kali ini cukup membuat saya merenung lama. Sebenarnya, metode pembelajaran yang “gue banget” itu yang seperti apa?
Yah, mau tidak mau harus saya tulis juga. Baiklah, meskipun sederhana, tetap akan saya tulis.
Saya suka menulis. Maka saya fokuskan di bidang ini.
Bagaimana cara belajar saya?
Sebenarnya, pola pembelajaran itu sudah sejak kecil terbentuk.
Yakni:
1. Membaca: buku pelajaran, novel, majalah, koran, dll
2. Menyalin: menuliskan kembali apa yang sudah saya baca. Meringkas dan mengambil poin pentingnya.
3. Berlatih menulis. Ini sudah pasti ya. Lagipula, setiap menulis saya gembira sekali.
4. Nonton film. Ya, saya suka nonton dan menganalisa alur serta konfliknya. Suatu saat saya berharap bisa membuat skenario film yang bagus.
Nah, soal waktunya, saya hanya bisa menulis saat malam hari. Ketika anak-anak sudah tidur. Karena siang hari saya disibukkan dengan kegiatan emak-emak. Mencuci, nyapu, mengurus anak dll.

Secara alamiah, saya menularkan kegemaran membaca ini kepada anak. Sebelum tidur saya ceritakan kepadanya kisah-kisah. Secara rutin pula saya ajak mereka ke perpustakaan untuk membaca dan meminjam buku. Semoga mereka terbiasa dengan suasana perpustakaan. Dan secara alamiah jadi suka menulis juga, itu harapan saya. Tapi tidak memaksa.

Sekiranya itu saja dulu.

Kamis, 10 November 2016

NHW #4 Mendidik dengan Kekuatan Fitrah

NHW #4
a. Sampai sekarang, saya tetap pada passion saya. Tidak ingin mengubahnya.
b. Sudah lebih baik. Saya mulai lebih rapi dan rajin. Kalau biasanya menyetrika seminggu sekali, sekarang jadi seminggu tiga kali. Sedikit demi sedikit checklist itu bisa diikuti.
c. Saya ingin menjadi seorang ibu yang bisa tetap menjadi diri sendiri. Saya suka menulis, maka saya akan menulis buku yang bisa mencerahkan orang lain. Semoga bisa menjadi amal yang tiada terputus bagi saya kelak.
Misi hidup: menginspirasi orang lain untuk berbuat baik
Bidang: menulis
Peran: Penulis
d. Ilmu yang harus dipelajari adalah ilmu kepenulisan, serta ilmu lainnya yang berhubungan dengan tema tulisan.
e. Saya akan menetapkan milestone dalam 1 tahun saya harus bisa menulis minimal 1 buku.
f. Dengan begitu, maka saya harus menambah jam terbang. Menulis minim selama 1 jam/hari.


Kamis, 03 November 2016

NHW #3

NHW #3
1. Surat cinta. Sudah lama aku tak menulisnya. Dulu pernah kuberikan pada suamiku surat cinta, tapi responnya datar saja. Yowis... Suamiku memang tipe plegmatis, tak banyak ekspresi. Datar dan damai sentosa saja. Marah juga hampir tak pernah. Yang penting rumah tangga ayem tentrem. Nah kali ini kubuat lagi surat cinta sepanjang satu halaman saja. Dan yaaa mimik wajahnya datar saja, bahkan bacanya cepet banget biar segera selesai. Trus Cuma ngacungin jempol. Abang Sayang, ini bukan status FB ya... Jadi gak butuh like. Lalu dibalasnya di bawah surat itu. Dua huruf dengan satu tanda baca, yaitu: OK!. Hmmm..... Abang, daku sudah menulis panjang ya masa dibalasnya Cuma segituuu? Lalu, diralatlah. Setelah cukup lama menulis katanya saya tak boleh komentar. Apapun itu. Okelah... Dan balasannya adalah:
“wa’aasyiruuhunna bil ma’ruuf. Fain karihtumuuhunna fa’asaa an tukrihu syai’an wa yaj’alallahu khoiron katsiro”.
Sayang, terima kasih karena menjadi suamiku. Aku bahagia. Mungkin engkau tak romantis, mungkin tak pandai merayu, tapi... Perlakuan baikmu selama ini sudah lebih dari cukup. Ketika engkau ridho, engkau sangat baik. Ketika engkau marah, diriku tak pernah kausakiti, meski hanya seujung kuku. Bahkan marahmu selama 7 tahun pernikahan ini bisa dihitung denga jari. Terima kasih telah menerimaku menjadi istrimu, dengan segala kekuranganku.
2. Anak-anakku, 3 orang putra dengan karakter yang berbeda jauh. Fatih, 6 tahun, sosok kakak yang sayang pada adik-adiknya meski kadang usil. Namun begitu perhatian dan tahu betul apa yang disukai adiknya. Fatih sangat aktif, kegiatannya bersifat fisik. Lari, lompat, manjat, nyebur ke air, itu total. Full ekspresi. Tak ada yang dia takuti. Dia suka tantangan. Tak peduli bahaya. Makanya dia yang paling banyak terluka. Jatuh, berdarah, lecet dll. Fatih suka dibacakan cerita. Suka kisah-kisah meski belum pandai membaca. Tapi dia juga sensitif, mudah tersinggung...
Thoriq, 4 tahun, kebalikan dari Fatih. Dia penuh perhitungan. Lebih kalem, tak banyak bergerak. Makanya badannya sedikit lebih berisi dari Fatih. Karena setelah makan, dia suka leyeh-leyeh bahkan tidur. Adapun dia jadi aktif, karena mengikuti ritme bermain Fatih. Dia takut mencoba hal baru, pemalu di tempat baru, temannya tidak banyak. Tapi dia kepala batu. Sungguh keras kemauannya, sulit kompromi tak seperti Fatih. Thoriq lebih memilih nangis kejer jika permintaannya tidak dituruti. Karena itu kepada Thoriq, saya sedikit lebih lunak. Oya, kalau sedang lapar, Thoriq seperti saya. Rese. “lo bukan lo kalo lagi laper” itu benar rasanya. Dia bisa nangis sambil teriak lapar. Setelah kenyang, sungguh manis sikapnya.
Kholid, 1,5 tahun, dia mirip Fatih. Tak takut mencoba hal baru. Wajahnya pun sangat mirip Fatih. Tapi dia lebih ceria, mudah meniru kata-kata meskipun baru sekali diucapkan. Akan bagus untuk menghafal Quran.
3. Apa kekuatan potensi saya? Dalam urusa domestik, saya tak begitu pandai, ya standar sajalah. Namun ada sih rasanya kekuatan itu, yaitu manajemen waktu. Saya tidak suka telat, maka supaya bisa on time, saya harus tepat memprediksikan semuanya mulai dari persiapan, dan di perjalanan. Inilah yang suami saya kurang. Suka ngaret. Maka, alangkah bagusnya kalau saya bisa melengkapi kekurangannya.
4. Tak ada yang kebetulan mengapa keluarga saya ada di sini. Kami masih tinggal di rumah ibu saya. Saya ingin tinggal di tempat sendiri, hanya keluarga inti. Namun, ibu saya ingin agar kami tinggal di sini. Untuk sementara ini, mungkin supaya kami bisa menemani ibu saya yang sendiri sejak 3 tahun lalu ditinggal almarhum bapak saya...

Jumat, 28 Oktober 2016

Ibu Bahagia

Bismillah...
Tugas NHW #2

Tugas kali ini membuat saya harus banyak merenung. Indikator ibu profesional itu seperti apa yang diharapkan suami dan anak-anak saya. Saat kutanyakan pada mereka, jawaban yang singkat dan sedikit tapi cukup membuat saya tambah bingung.

Suamiku menuliskan tiga poin sebagai kriteria istri macam apa yang membuatnya bahagia.
1. Rajin ngaji
2. Rajin beberes
3. Nggak suka marah-marah
Sedangkan anakku, saat ditanya tentang ibu seperti apa yang membuat dia bahagia, jawabnya juga sama: Umu nggak marah-marah.

Tertegun saya, memang kalau saya marah-marah itu benar-benar menyebalkan. Seperti orang tidak waras. Kalau soal beberes rumah, semampu saya sudah saya kerjakan. Meski memang harus upgrade lagi terlebih sudah dapat ilmu 5R.

Sedangkan, untuk jadi istri solehah, mana bisa saya dapatkan kalau tiap hari marah-marah gak jelas?

Maka, inilah prioritas saya. Saya harus menekan marah ini. Marah-marah ini emosi negatif yang harus saya singkirkan. Saya bisa mengatakan dengan baik-baik tanpa meregang otot leher!

Lagipula, harapan suami dan anak-anak untuk saya tidak muluk-muluk. Mereka hanya ingin saya bahagia. Ya, ternyata kebahagiaan mereka adalah jika saya bahagia. Mana ada orang bahagia yang marah-marah melulu?

Untuk saat ini, seminggu ke depan,  sebulan ke depan, saya akan melatih emosi ini agar lebih “jinak”. Setelah itu barulah menerapkan ilmu kerumahtanggaan lainnya. Bismillah...

Adab Menuntut Ilmu

Tugas NHW #1
Yuni Astuti
1. Satu jurusan ilmu yang ingin saya tekuni adalah menulis.
2. Alasan terkuat yang saya miliki adalah saya sangat mencintai bidang ini.  Saya ingin menjadi penulis yang menginspirasi banyak orang,  dengan demikian apa yang sudah saya sebarkan lewat tulisan itu semoga menjadi amal yang tiada terputus.  Walaupun saya kelak sudah meninggal  dunia. 3. Strategi yang harus dilakukan dalam menuntut ilmu menulis adalah banyak membaca serta terus berlatih menulis. Mengasah mata dan telinga untuk membaca segala hal yang ada di sekitar.
4. Terkait adab menuntut ilmu,  sikap yang harus diperbaiki adalah lebih rajin lagi membaca serta konsisten dalam menentukan waktu menulis.  Tidak boleh menunda-nunda dan menjaga semua yang berkaitan dengan peralatan menulis.
Sekian