Cari Blog Ini

Sabtu, 12 April 2014

Bahasa dan Kaitannya dengan Budaya (bukan teori bahasa)


            Betapa pentingnya sebuah bahasa, karena bahasa mencerminkan kebudayaan daerah tertentu. Saya menuliskan ini bukan dengan teori-teori kebahasaan, karena saya gak begitu paham teorinya, kaidahnya, segala macemnya. Yang akan saya bahas di sini, berdasarkan hasil diskusi dengan my hubby… bahwa beraneka bahasa itu ternyata luar biasa. Kita batasi pembahasan kita dalam 4 bahasa aja ya. Kalau kebanyakan, bosen nantinya. Hehe.

            Di antaranya, bahasa Inggris, Indonesia, Arab dan tentu saja bahasa Jawa. Ini bukan tulisan ilmiah, belum teruji di IPB dan ITB sebab belum melalui tahapan penyaringan kuman. J

            I Love You. Ini jelas bahasa Inggris. Tapi gimana cara membacanya? Ay lov yu, kan? Gitu juga You Can Tooth I Pink Sun, silakan dibaca sendiri ya….

            Kalau bahasa Indonesia, yaaa apa adanya. Saya ya dibaca saya. Kamu ya dibaca kamu. Iya ya dibaca iya. Kecuali orang alay yang udah merusak bahasa. Saya ditulisnya saiiiaaaa, iya ditulisnya eeeaaaaa. Kamu ditulisnya kamyuu… adoooh please deeeeh….

            Sedangkan bahasa Jawa, cenderung banyak menggunakan ungkapan. Kiasan. Ada pula kata yang punya banyak makna. Misalkan, “witing tresno jalaran suko kulino/tumbuh cinta karena seringnya bertemu”, kemudian kata “garwa” bermakna istri, tetapi garwa juga memiliki makna tersembunyi dan tidak banyak yang tahu. “Sigaran Nyawa” atau belahan jiwa. Ketika mendengar istilah ini, saya takjub. Waaah….so sweet banget sih, disebut belahan jiwa gitu loooh.

            Terakhir, bahasa Arab. Katanya sih bahasa Arab itu susah. Belajar bertahun-tahun lebih banyak lupanya daripada ingatnya. Terlepas dari encer tidaknya otak orang yang mempelajarinya, bahasa Arab itu satu-satunya bahasa yang punya sistematika runut, unik, teratur dan lengkap hanya dengan satu kata dasar. Contohnya aja, kata dasar “pukul”, itu lengkap banget penjabarannya mulai dari subjek dan objek pemukulan, kapan waktunya, perintah dan larangan memukul, jumlah orang yang memukul, laki-laki atau perempuan, itu semuanya punya bentuk yang berbeda-beda.

            Oke, kita mulai bahas ya satu per satu, dilihat dari bentuk bahasanya dengan falsafah hidupnya. Tsahh…..

            Bahasa Inggris

            Bisa dibilang, orang Inggris ini orang yang bermuka dua. Di depan bilang begini, di belakang bilangnya lain. Ya dari bentuk bahasanya itu lho. You dibaca yu, I dibaca ay. Antara aksara dengan pengucapannya sangat berbeda. ABCDEFG-ei bi si di ei ef ji- Beda banget kan? Makanya, nggak heran kalau penjajah Inggris itu suka bermanis muka untuk mendapatkan kepentingannya. Terbukti, umat Islam terpecah belah karena kelicikannya.  Dengan catatan, tidak semua orang Inggris seperti ini. Kan sudah saya bilang, saya tidak pakai teori-teori kebahasaan.

            Bahasa Indonesia

            Kita semua sudah terbiasa dengan kesamaan antara tulisan dengan pengucapan. Yaaah kecuali makhluk alay tentu aja. Jadi memang pada dasarnya masyarakat Indonesia itu apa adanya, jujur. Namun, adanya banyak gaya bahasa juga bisa memengaruhi karakter seseorang. Ada gaya bahasa litotes yakni merendah, contohnya: “mampirlah ke gubuk kami” padahal kenyataannya rumah yang bagus. Personifikasi, ironi dan hiperbola. Kira-kira saat ini manakah yang sering digunakan masyarakat kita ya? Saya inget dulu sering mempelajari peribahasa. Peribahasa-peribahasa itu sebenarnya sangat bagus kalau dipahami.

·        Semut di ujung lautan kelihatan, gajah di pelupuk mata tidak kelihatan.

·        Tong kosong nyaring bunyinya

·        Sebab nila setitik, rusak susu sebelanga.

Namun, entah ada apa ya sama bangsa kita sekarang ini, kenapa jadi nggak “apa adanya” tapi malah “ada apanya”. Sebagian besar lebih cinta dunia, pada materi semata. Orang jadi gila jabatan, gila kekuasaan, bahkan gila beneran saat gagal nyaleg.

Waktu saya SD, sering sekali belajar tentang Hang Tuah, cerita-cerita Melayu, dsb. Juga pantun nasihat seperti ini:

Asam kandis asam gelugu

Ketiga asam siriang-riang

Menangis di pintu kubur

Teringat badan tidak sembahyang.

 Eeealaaaah zaman anak SD sekarang, cerita di buku paketnya malah “Bang Maman dari Kalipasir”, atau “Istri Simpanan”. Gimana nggak parah moral anak-anak kalau bacaannya model begituan? Jadi menurut saya, bacaan yang sering dibaca seseorang itu akan memengaruhi perilaku orang tersebut.

Oya, bahasa Indonesia juga mengenal istilah “ambigu”. Ada yang sama tulisannya tapi beda pengucapan. Tahu (makanan), tahu (mengerti akan sesuatu). Ada yang sama pengucapan tapi beda penulisan. Bank (tempat menyimpan uang), bang (panggilan untuk kakak laki-laki). Juga ada yang sama dalam pengucapan dan penulisan, contohnya bisa (dapat), dan bisa (racun).

Ada satu lagi yang lucu dari bahasa Indonesia.

Masuk-ke dalam

Naik-ke atas

Turun-ke bawah

Keluar-ke luar? Lha kok sama aja keluar?

Kita lanjutin ke bahasa Jawa nyooook

Bahasa Jawa

Masuk-ning jero

 Naik-ning duhur

Turun-ning esor

            Keluar-metu.

            Masyarakat Jawa, sebagiannya masih percaya hal-hal klenik. Suka takhayul dan gemar mengait-ngaitkan satu kejadian dengan kejadian lainnya. Garwa, maknanya istri. Namun tidak cukup sampai di situ, dicarilah makna tersembunyinya yaitu sigaran nyawa. Singkatnya, orang Jawa suka dengan filosofi. Makanya pernikahan adat Jawa sarat dengan ritual yang mengandung filosofi. Ritual mandi kembang saat malam midodareni, harus ayahnya yang menggendong setelah mandi. Lalu ritual lempar sirih, injak telur, dan sebagainya. Banyak sekali filosofinya.

            Karena itulah, orang Jawa suka bermain kiasan. Yang kadang terdengar puitis. Namun sisi negatifnya adalah jadi suka ritual yang terkadang nggak masuk akal. Ritual larung sesaji, supaya nyai roro kidul nggak marah… ritual iring-iringan kyai Slamet pada Muharaman, dan banyak lagi lainnya. Padahal, tak perlulah mencari ada makna apa yang “di luar nalar” tersebut. Tak perlu berlebihan dalam mencari makna tersembunyi itu….

            Bahasa Jawa juga masih terpengaruh budaya kasta, karena ada tingkatan bahasa mulai dari paling halus hingga paling kasar. Kepada yang sebaya kita bisa bicara dengan tingkat bahasa paling kasar, tapi kalau kepada yang lebih tua jangan coba-coba kalau nggak mau dijitak. Yaaaah. Kenapa hanya kepada yang lebih tua saja kita diharuskan berbicara dengan bahasa halus tapi kepada yang sebaya atau lebih muda tidak diharuskan?

            Bahasa Arab

            Terlepas dari dalil dan keutamaan mempelajari bahasa Arab, saya akan mengulas sesuatu yang bukan berdasarkan teori, jadi bisa banget untuk salah….hehe

            Kalau belajar tashrifan kita mungkin ingat dengan wazan –nashoro-nashoroo-nashoruu, atau huwa-huma-hum-hiya-huma-hunna-anta-antuma antum-anti-antuma-antunna-ana-nahnu.

            Jadi bahasa Arab ini paling sistematis dalam mengubah satu kata dasar menjadi berbagai macam bentuk. Mulai dari subjeknya, objeknya, keterangan tempat, keterangan waktu, keterangan alat, jangan melakukan, lakukan, kata ganti yang super lengkap melebihi they we are you. Iya, dalam bahasa Arab itu subjek bisa berbeda berdasarkan jenis kelaminnya…. Kalau nggak percaya, coba deh buka buku panduan bahasa Arab, terutama bagian shorof maka akan ditemukan pola kata yang lengkap, teratur, sesuai dengan subjeknya (kata ganti berbeda, maka bentuk kata jadi berbeda).

            Contoh: Kamu membuka (bahasa Indonesia kan begini aja)

Bahasa Arab bisa banyak bentuknya:

Dia membuka—yaftahu

Dia (dua orang) membuka—yaftahaani

Mereka (laki-laki) membuka—yaftahuuna

Mereka (perempuan) membuka—yaftahna

Kamu (laki-laki) membuka—taftahu

Kamu (dua orang laki-laki) membuka—taftahaani

Kalian (laki-laki) membuka—taftahuuna

Kamu (perempuan)membuka—taftahiina

Kamu (dua orang perempuan) membuka—taftahaani

Kalian (perempuan) membuka—taftahna

Saya membuka—aftahu

Kami membuka—naftahu

Bukalah!—iftah-iftahaa-iftahuu (laki-laki)

Iftahii-iftahaa-iftahna (perempuan)

            Subhanallah…..begitu lengkap penjabarannya, hanya dari kata ganti. Sedangkan, kata dasar “fataha/buka”, juga bisa dibentuk menjadi:

Maftahun—tempat untuk membuka

Miftahun—alat untuk membuka

Faatihun—orang yang membuka

            Bener sih, belajar bahasa Arab itu banyak banget aturannya. Melebihi grammarnya bahasa Inggris. Namun, kesan yang saya dapat terhadap bahasa Arab ini adalah:

·        Bahasa Arab itu teratur, menyeluruh… begitulah agama Islam. Teratur dan menyeluruh, dari hal terkecil sampai yang terbesar. Semua ada polanya, ada tata caranya yang nggak bisa sembarangan kita buat.

·        Bahasa Arab itu separuh dari agama Islam, sebab alQuran sebagai kitab sucinya berbahasa Arab. Bagaimana kita akan mengerti kitab suci kita kalau nggak mempelajari bahasa Arabnya?

·        Bahasa Arab itu disiplin. Ketat polanya, tapi fleksibel. Begitu pula contoh hukum syaranya. Sholat, peraturannya ketat. Kalau nggak sholat, berarti dia berdosa. Namun juga fleksibel. Kita bisa mengerjakannya tidak selalu pada awal waktu meskipun di awal waktu itu lebih utama. Setidaknya kita punya waktu sampai menjelang ashar jika kita nggak bisa sholat zuhur di awal waktu banget. Tentu aja berbeda pahalanya. Kita juga tetep wajib sholat meski kita sakit berat. Bisa sambil duduk, berbaring bahkan hanya dengan isyarat mata juga boleh…. Dan kalau sedang bepergian kita bisa menjamak atau mengqoshornya. Yang penting tetap dilakukan dan akan dikasih keringanan gituuu…

 

Masih banyak hikmah bahasa yang belum bisa dibahas semuanya. Khususnya bahasa Arab, kalau kita mempelajarinya maka berpahala lho…dan mencerminkan kebudayaan di baliknya. Yah, meski umat islam saat ini jauh dari keteraturan seperti halnya bahasa Arab, sangat bisa jadi itu karena umat islam yang mayoritas di negri ini lebih suka bahasa inggris dan Korea, atau malah bahasa alay daripada bahasa Arab. Hehe…

Oleh karena itu, bacalah! Bacalah! Bacalah! Lalu bangun dan berilah peringatan! Begitu kan? Sungguh begitu banyak inspirasi bertebaran di dunia ini. Maka bukalah mata, pikran dan hati untuk lebih menikmati indahnya dunia ini. Menikmati lalu mengubahnya menjadi lebih berarti.

Dan ini sih bukan teori, Cuma renungan semata…. Sama sekali nggak bermaksud SARA apalagi menghina bahasa. Karena beragamnya bahasa itu juga karunia Allah yang harus kita syukuri. oke? J